Senin, 08 Agustus 2016

Retensio Placenta



Retensio Placenta

BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang permasalahan
Morbiditas dan mortalitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Masalah kematian ibu adalah masalah yang kompleks, meliputi hal-hal yang bersifat nonteknis seperti status wanita dan pendidikan. Walaupun masalah tersebut perlu diperbaiki sejak awal, namun kurang realistis bila mengharapkan perubahan drastis dalam tempo singkat. Karena diperlukan intervensi yang mempunyai dampak nyata dalam waktu relatif pendek (Manuaba, 2002). Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 2001, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahunnya meninggal saat hamil dan bersalin.
Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, Retensio placenta dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pasca persalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri. Dan Retensio plasenta merupakan salah satu masalah yang masih menjadi penyebab terbesar terjadinya perdarahan post partum dan kematian maternal.
Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.Perdarahan yang disebabkan karena retensio plasenta dapat terjadi karena plasenta lepas sebagian, yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a). Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);
b). Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sehingga dilakukan tindakan manual plasenta.
B. Tujuan

1. Tujuan umum
Untuk mengetahui dan menerapkan ilmu yang didapatkan tentang asuhan kebidanan pada ibu dengan kasus retensio plasenta di RSUD Majenang Cilacap Jawa Tengah 2009.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menerapkan ilmu yang didapatkan mengenai pelaksanaan data subjektif pada ibu dengan retensio plasenta.
b. Untuk menerapkan ilmu yang didapatkan mengenai data objektif pada ibu dengan retensio plasenta.
c. Untuk menerapkan ilmu yang didapatkan dan melaksanakan pengumpulan data subjektif dan data objektif sehingga dapat diambil diagnose pada ibu dengan kasus retensio plasenta.
d. Untuk menerapkan ilmu yang didapatkan dan melaksanakan rencana asuhan, kemudian mengevaluasi setiap rencana yang telah diberikan pada ibu dengan kasus retensio plasenta.
C. Manfaat penulisan

1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang dapat menambah wawasan khususnya mengenai penyebeb kejadian pada ibu dengan retensio plasenta.
2. Manfaat praktis
a. Bagi RSUD Majenang
Diharapkan berguna sebagai bahan perencanaan dan evaluasi permasalahan yang ada khususnya permasalahan pada ibu dengan kasus retensio plasenta.
b. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan baerguna sebagai bahan masukan bagi institusi, khususnya STIKes Muhammadiyah Tasikmalaya dalam meningkatkan wawasan mahasiswa mengenai asuhan pada ibu dengan retensio plasenta.
c. Bagi penulis
Di harapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasisiwa dan menggali wawasan serta mampu menerapkan ilmu yang telah didapatkan tentang penatalaksanaan retensio plasenta agar dapat merencanakan dan melakukan evaluasi permasalahan dan pemecahan masalah terutama yang berkaitan dengan asuhan kebidanan pada kasus retensio plasenta.

D. Ruang Lingkup

1. Lingkup masalah
Lingkup masalah dalam laporan ini adalah asuhan kebidanan pada ibu dengan kasus retensio plasenta.
2. Lingkup metode
Adapun metode dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menggunakan metoda deskriptif dengan pendekatan study kasus.
Adapun metode teknik dan pengumpulan data data diperoleh :
1. Wawancara
Teknik ini dilakukan melalui komunikasi secara langsung dengan ibu (klien), keluarga, dan tim kesehatan lainnya untuk memperoleh data yang berhubungan dengan permasalahan ibu yang akan di jadikan kasus sehingga diperoleh data yang lebih akurat dan lebih real.
2. Pemeriksaan fisik
Kelompok melaksanakan pemeriksaan fisik pada klien dengan teknik inspeksi, palpasi.
3. Pemeriksaan aktif
Untuk mengikuti perkembangan ibu dari hasil asuhan kelompok yang dilakukan pada ibu dengan kasus retensio plasenta sehingga kelompok dapat melakukan evaluasi mengenai tingkat keberhasilan kelompok dalam melakukan asuhan terhadap ibu dengan kasus retensio plasenta.
4. Study dokumentasi
Sebagian data diperoleh penyusun dari dokumentasi klien diruang medis.
5. Study kepustakaan
Hasil dari membeca serta berusaha mempelajari buku – buku sumber yang dapat diajukan dan dapar dijadikan referensi kuat atas dasar data teoritis yang berhubungan dengan kasus yang diambil yaitu mengenai retensio plasenta.
6. Lingkup sasaran
Adapun sasaran dalam penyusunan kasus adalah ibu dengan retensio plasenta yang ada di RSUD Majenang Kabupaten Cilacap Jawa Tengah 2009.
7. Tempat dan waktu
Penyusunan laporan kasus ini bertempat diruang Mawar RSUD Majenang Kabupaten Cilacap Jawa Tengah 2010, tanggal 28 Desember 2009
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR TEORI
1. Definisi
Retensio plasenta adalah plasenta tidak lahir spontan maksimal 30 menit. (Petrus Andriano, 1999), Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada tempat implantsi, menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah tetapi terbuka serta menimbulkan perdarahan. (Manuaba,2002).
Retensio plasenta yaitu plasenta dianggap retensi bila belum dilahirkan dalam batas waktutertentu setelah bayi lahir (dalam waktu 30 menit setelah penatalasanaan aktif).
Retensio plasenta adalah tertahan atau belum lahirnya palsenta hingga melebihi 30 menit setelah bayi lahir (Sarwanto, 2002).
2. Etiologi

A. Etiologi dasar meliputi :
1. Faktor maternal
a. Gravida berusia lanjut
b. Multiparitas
2. Faktor uterus
a. Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus
b. Bekas pembedahan uterus
c. Anorrali dan uterus
d. Tidak efektif kontraksi uterus
e. Pembentukan contraction ring
f. Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
g. Bekas pengeluaran plasenta secara maual
h. Bekas ondometritis
3. Faktor plasenta
a. Plasenta previa
b. Implantasi cornual
c. Plasenta akreta
d. Kelainan bentuk plasenta
Latar belakang keaadaan yang nampaknya umum terjadi pada semua kondisi penyebab adalah defisiensi endometrium dan desisua. Diantaranya adalah :
1. Desidua yang melapisi jaringan cicatrix bekas sectio caesar kurang memadai
2. Pada wanita yang pernah mengalami plasenta previa, pengembangan desidua pada segmen bawah rahim relatif jelek
3. Desidua pada cornu uterina biasanya hipoplastik
4. Pada banyak wanita dengan meningkatnya usia dan paritas terjadi penurunan Kecukupan desidua secara progresif
5. Bekas curetage atau pengeluaran plasenta secara manual merupakan indikasi bahwa perlekatan plasenta yang abnormal menjadi alasan diperlukannya prosedur tersebut.
B. Etiologi berdasar abnormalitas pada tingkata kala III, meliputi :

1. Plasenta belum lahir dari dinding uterus, ini terjadi karena :
a. Kontraksi uterus kurang kuatutk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus, oleh sebab :
a) Implantasi jonjot corion plasenta hingga memasuki sebagian lepisan miometrium (plasenta acreta)
b) Implantasi jonjot corion plasenta hingga mencapai mikrometrium (plasenta increta)
c) Implantasi jonjot corion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus
2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan, ini terjadi karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran kontraksi pada bagian bawah uterus yang akan menghalangi keliarnya plasenta (plasenta incarserata)
3. Pathofisiologi
Dalam keadaan normal, desidua basalis terletak diantara miometium dan plasenta Lempeng pembelahan bagi pemisahan palsenta berada dalam lapisan desidua basalis yang mirip spons. Pada plasenta acreta, desidua basilis tidak ada sebagian atau seluruhnya, sehingga plasenta melekat langsung pada miometrium, villi tersebut bisa tetap supervisiailspd otot uterus atau dapat menembus lebih dalam. Keadaan ini bukan terjadi karena sifat invasif trofoblast yang abnormal, melainkan karena adanya efek pada desisdua.
4. Gambaran klinis
a. Waktu hamil
1) Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
2) Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai plasenta previa
3) Terjadi persainan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdarahan
4) Kadang terjadi ruptur uteri
b. Persalinan kala I dan II
Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal
c. Persalinan kala III
1) Retresio plasenta menjadi ciri utama
2) Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia mencoba untuk mengeluarkan plasenta secara manual
3) Komplikasi yang serius tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan ini dapat tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta
4) Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta
B.KONSEP DASAR ASUHAN

Plasenta Manual
Plasenta manual adalah tindakan untuk melepaskan plasenta secara manual (menggunakan tangan) dr tempat implastasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
Prosedur Plasenta Manual
Persiapan :
• Pasang set dan cairan infus
• Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
• Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal
• Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
Komplikasi
a) Syok naemorargic
b) Sepsis
c) Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perjusi organ
Pencegahan
Pencegahan resiko plasenta adalah dengan cara mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan talipusat terkendali. Usaha ini disebut juga penatalaksanaan aktif kala III dengan mengamati dan melihat kontraksi uterus
Pengelolaan Retensia Palcenta
Plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih, jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptin untuk memasukkan kateter nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi kembali penegangan talipusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan diatas. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera rujukan.
Pehatikan : jika sebelum plsenta lahir kemudian mendadak terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta manual untuk segera mengosongkan kavum uteri. Jika setelah manual masih terjadi perdarahan dan tidak kontraksi, maka lakukan manajemen atonia uteri.
Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri:
1. Perhatikan kandung kemih dalam keadaan kosong
2. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai
3. Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat
4. Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asinten / penolong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk memindahkan fundus uteri
5. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta
6. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat.
Melepas plasenta dari dinding uterus
7. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
• Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetapt di sebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan di antara plasenta dan dinding uterfus dimana punggung tangan menghadap ke bawah (posterior ibu)
• Bila dikorpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas talipusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (Anterior ibu).
8. Setelah ujung-ujung jari masuk di antara plasenta dan dinding uterus, maka perluasan perlepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke atas (kranial ibu, hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus).
Catatan :
• Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sma tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasentamanual karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium)
• Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan itu sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan (misoprostal 600 mcg per rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
Mengeluarkan Plasenta
9. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk meilai tidak ada plasenta yang tertinggal
10. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfis (tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/ penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawaplasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah)
11. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus ke arah dorso-kranial setelah plasenta dilahorkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan
Pencegahan Infeksi Pascatindakan
12. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan
13. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
14. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
15. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering
Pemantauan Pascatindakan
16. Periksa kembali tanda vital ibu
17. Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan
18. Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukkan dan asuhan lanjutan
19. Beritahukan kepada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan tambahan
20. Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum dipindah ke ruang rawat gabung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar